. Catatan kecilku: Agustus 2010

Kamis, 19 Agustus 2010

Malam Itu Tiba-Tiba

malam itu, tiba-tiba saja aku ingat pada sebuah perjumpaaan
dan tersenyum saat sadar bahwa kita telah lama jatuh cinta pada subuh dan embun di pucuk daun
dengan tergesa aku tuliskan banyak lamunan dan harap akan nyatanya
katanya,
kita jangan berdusta pada angin yang membawa benih-benih
angin yang menghempaskan dandelion di tanah baru tempat ia kembali merajut cerita
cerita tentang negeri dengan naga dan awan-awan
malam tu, tiba-tiba aku teringat pada sebuah pepisahan
saat kita berkta tanpa kata
walau kita sadar,
telah lama jatuh cinta pada nyanyi angin kala mentari datang.

Penulis Diena Firdausi 

Jangan Percaya

jangan terlalu percaya pada cinta
karena sinar-sinar dari langit telah membentuk selengkung warna
warna merah muda jangan percaya
sebab ia terlalu pucat saat kau mengolesnya pada senja
jangan percaya pada mata dan alis yang menaunginya
terkadang ia memang bukan lagi jendela jiwa.

Penulis Diena Firdausi

Rahasia

dia telah cukup lama mengangguk
meyakinkan setiap cerahnya lewat sesuatu yang tersaput kabut
samar-samar
tapi kemudian menjadi bayang yang nyata dan nampak terang
kemudian ia menari-nari dalam tiap lagu sumbang yang terdengar
mengatakan bahwa ungu dalah biru yang kemerah-merahan
dan menunjuk langit senja sebagai merah yang kekuningan
dia berbicara lewat mata
seharusnya ini bukan lagi tangis saat nampak jelas segala yang tak indah
dia muncul dari kerutan-kerutan
dan buramnyapun karena kerutan
saat kau tersadar
seharusnya selama ini menatap yang ada
sebagai yang benar-benar di sana .

Penulis Diena Firdausi 

Ada Orang yang Datang

dia datang bersama angin
namun tak juga menjelma angin dan pergi
ia berputar dengan baling-baling berdebu yang entah mengapa terdengar merdu
dia datang dengan getaran
tapi tak juga menjelma getaran dan menghilang
menjadi merambat pada setap relung kosong yang segera terisi tentang banyak ingatan
dan kisah
dan sepi
ini luka yang dulu ingin kau lihat
katamu, padanya
tak terlihat dan tak terucap yang kau mengerti mengapa
ia telah benar-benar seperti apa yang seharusnya
datang, namun telah menjelma angin dan getaran
mungkin, begitulah sebaiknya
atau mungkin,
entahlah.

Penulis Diena Firdausi 

Malam Saat Ia Sunyi

malam saat ia sunyi
menggeretakkan daun-daun
memudarkan segala ingat
kecuali tentang satu betapa takutku berpisah dengannya
yang mengalirkan anak sungai di pelupuk matanya, dipundakku
tak takut ia pada runtuhnya langit
tak takut ia pada berakhirnya waktu
tapi ia teramat takut pada berkurangnya rasa
meski bukan pada dirinya saja
malam saat ia sunyi
memudarkan segala ingat
kecuali tentang satu.

Penulis Diena Firdausi

Bulu Mata yang Jatuh

pada sepercik embun yang menempel pada mentari
berbuah rindu, tapi sayu
memudarkan deret-deret warna dan ingatan pada suatu waktu terliput malam
seharusnya ia terpudar ...
berakhirlah kata-kata yang mengeja makna dan menggilir arti di tiap hurufnya menyayat larik-larik yang tergores pada kenangan kisah-kisah dalam kalimat panjang, tanpa jeda, tanpa titik akhir, tanpa katakata
. . . hanya bulu mata yang jatuh
bukan apa-apa.

Penulis Diena Firdausi

Seandainya

sendainya tak perlu ada perjumpaan
di suatu subuh yang meloncat memulai waktu
hari itu
seandainya tak usah kau menggoreskan kuas pada lembaran kertas yang membawa pada masa saat senja terasa indah
seandainya tak perlu kau berkata tentang matahari di esok pagi
bersama siapa berharap kau melukisnya
seandainya tak pernah kau memalingkan langkah untuk menyebutnya di hadapan langit waktu berhembus lembut angin diantara tiap jeda
seandainya bisa ada kata seandainya
namun sayang ia memang tak pernah berarti apa-apa
selain bercerita tentang selaksa bimbang
yang entah kapan bisa terlupa.

Penulis Diena Firdausi

Aku Mengenal Orang Itu

kenalkan, aku yang lahir dari rahim kata-kata
dan menangis sebeb terpilih hadir di dunia
suatu senja
saat bertemu dengannya
ya, aku mengenal orang itu
tapi sejauh kucari ingat,
ternyata dulu telah kukubur ia hiduphidup
sekedar menjawab panggilan liang lahat;
lamatlamat di kupingku.

ya, sepertinya aku mengenal orang itu
tapi sepanjang kubongkar kenang,
ternyata dulu telah kupadam lentera,
hngga sekitab kisahnya menjadi tak terbaca.

Penulis Diena Firdausi

Siapakah Dia?

yang menyumbang tinta hingga sebait sajak tercipta
dan buatmu merasa indah masa
meski tetap berbohong pada katakata

siapakah dia ?
yang buatmu menulis beribu larik tentang ingatan
padahal ia sedang nikmati secangkir teh, senyum tipis ;
tak mengenang apa-apa
bisakah kau berhenti lahirkan huruf dari kandung pena?
seandainya nanti kau sadar, harus membakar banyak nyanyian
agar segera ia terlupa

Penulis Diena Firdausi

Tiba-Tiba

Menggelayut tiba-tiba cerita tentang masa lalu
Tentang Subuh
Tentang kuas berpoles warna
Tentang matahari di esok pagi
Tentang langit dan hembusan angin di tiap jeda
Telah lama kita tak jumpa

Masih ingatkah kau tentang luka yang ingin kamu lihat ?
Tidakkah kau kenang sebuah malam panjang berbalut harap
Atau tentang petang yang terbungkus tanya
Entah mengapa tak bisa kulupa
Ada yang menggelayut tiba-tiba hingga terarikan dengan liar di sebuah sketsa
Ingin segera kubakar agar tak bersisa

Dan akupun mulai dapat jujur pada kata-kata
Masih ingatkah kau ?
Sesuatu yang pernah ada, namun kini entah dimana

Penulis Diena Firdausi

Sebuah Jalan, Aku di Sini, Kau di Seberang

Kita telah bersama meniti
Hingga takdir mengantarkan waktu pada sebuah jalan tenpat kita mendaki sekarang
Mulanya, pada sebuah jalan dengan sinar di ujungnya itulah kita menancapkan langkah
Dan berharap kita raih cahayanya bersama
Namun kini, di jalan itu
Aku di sini dan kau diseberang
Saling menatap dalam langkah yang sama
Saling memandang saat melakukan yang teka berbeda
Namun, tetap tak berubah
Aku disini, dan kau di seberang
Sesekali kau memicingkan mata pada langkahku
Dan terkadang akupun memandang heran ke arah jejakmu
Terasa sama, namun tetap berbeda
Aku di sini dan kau diseberang
Hanya saling memandang.


Buat semua “rekan kerja” seperjuangan
Kapan kita berhenti hanya saling memandang ? 

Penulis Diena Firdausi

Dia Mengenalmu

maka tak adalah lagi memang yang dapat menandingi maha karyaNya yang agung
saat tertempellah tiap ayat-ayat, mundur teratur tiap baris kata ciptaan makhluk
tertunduk takzim malu-malu
dia menempelkannya dengan penuh makna
anakku, dia mengenalmu.

mungkin ia berkenalan dengan mata hati
bukan hanya sekedar melintasinya lewat kornea dan memaknainya pada saraf-saraf yang sibuk
tapi ia belai dengan tiap desah jiwa
dan ia artikan di sudut-sudut kalbunya

maka didapatkannya makna yang sama dalam sastra tak tertandingkan
lalu ia tempelkan dan buatmu menjadi lebih berat dan lebih berharga
dia mengenalmu, Nak
dia mengenalmu.

Penulis Diena Firdausi

Malam Itu Tiba-Tiba (2)

Kata...,
Ini aku datang membawa hati yang paling biru
Lebam karena rindu.

Maka kupilih kalian yang paling tertutup
Tertutup oleh sejuta kunci-kunci yang masih malu mengungkap pada bumi
Perihal hati yang selalu saja terpaut
Kadang tiba-tiba manjadi ciut
Dan entah mengapa memberangus segala logika yang coba dibangun, dirajut setiap waktu

Mengapa banyangan malam selalu muncul dan buat kita merasa gelap meski siang telah tiba
Meski pagi datang dan kelam tetap tercipta?
Apakah karena ialah sesungguhnya dosa yang sudah seharusnya dimengerti adanya
Menertawakan ilmu yang hanya berakhir pada catatan
Tidak pula mengakar kuat dan menjadi apa yang mengejawantahkan tiap laku dan anggota tubuh

Ini aku datang membawa hati yang paling biru
Jika saja ia tidak pernah berkata tentang hari esok yang cerah oleh senyuman
Mungkin tak perlu ada titik-titik noda yang tercipta oleh tiap getaran yang menghanguskannya dan buatnya menjadi tak dapat pantulkan sinaran

Ini hati yang lebam karena rindu
Ah, tetap saja ia takut mengucap kata itu
Tapi ternyata telah menyusuplah ia pada bait ini sebab dusta memang pahit jika terus terpendam pada nurani
Sebab pada akhirnya itulah yang ia rasa pada dirinya sendiri
Sebab kadang ia menyesal telah menguntaikan doa dan menitipkannya pada awan di langit
Padahal ia telah terkabulkan dan telah tercoretlah kisah dengan ia sebagai pemeran utamanya

Kata...,
Ia tak ingin menyesal dengan itu semua
Ia hanya didera takut saat jumpa itu tiba
Dan terjadilah apa yang selama ini hanya menggantung pada lorong imajinya.

Penulis Diena Firdausi

Jumpa 2

Dan bila ia jenguk lagi suatu masa
Di tempat yang ia putuskan tak akan pernah lagi terjamah
Sebab mungkin hanya di sana mereka akan berjumpa

Tapi hidup ternyata adalah sebuah tanda tanya besar tentang detik selanjutnya
Terkadang mentari bersinar sangat cerah dan membangkitkan senyum siapa saja
Namun tiba-tiba hujan deras bisa bergemuruh saat langit biru berganti kelabu
Lalu senyum itupun segera luntur tanpa sisa di kedua sudut bibirnya.

Sebab hidup tidak sementara
Karena saat tubuh itu telah selesaikan waktunya
Jiwa tak hanya sampai di situ saja
Ia lalu akan menempuh perjalanan panjang
Menuju suatu liku hingga tiba pada tempatnya yang kekal

Sebab hidup tidak sementara untuk jiwa
Di seberang sana dua jiwa menyatu setelah menemukan rusuknya yang hilang
Di tempat lain keduanya berpisah oleh waktu, angan, ataupun oleh gundah yang sementara
Lalu di tempat yang terpisah dua jiwa masih terus bertanya
Tak bisakah lagi ia ke sana
Agar takdir mengantarkannya berjumpa?

Penulis Diena Firdausi

Laki-Laki Pagi

Jangan lagi kau arahkan pandangmu
Atau kerlingkan matamu
Sebab hati ternyata teramat tipis
Untuk menangkah setiap detaknya yang semakin cepat
Entah oleh apa yang ia sebut rasa
Atau oleh bisikan menyesatkan yang sesaat saja

Penulis Diena Firdausi 

Bayang-Bayang

mungkin selalu ada yang dititipkan langit mendung pada untai hujan yang turun rintik
pun dengan mentari yang mengabari lewat sinar senjanya saat hendak ia beranjak dari langit

hingga pena tak juga kering meski nyata mengukir pada pasir yang sejenak tersaput air laut
dialah ombak yang datang mengingatkan tentang pertemuan paling mustahil bahkan di saat yang paling mungkin terjadi sekalipun

lalu aku terduduk meringis menikmati luka yang kucipta sendiri lewat sepintal doa dan sekeranjang pahit yang sementara
dulu, saat kau ajari aku bagaimana rasa sakit yang sebenarnya

tapi telah datang diam-diam angin siang yang mengetuk jendela
ingatkan aku pada masa depan yang selalu kurisaukan dan masa lalu tempatku tak mampu beranjak
juga tentang suatu masa,
saat nanti bayang-bayang datang
dan kembali kau ajari aku bagaimana meneteskan air mata.

Penulis Diena Firdausi

Menunggu, Menjaga

 maka jika sajak ini tak sampai padanya...
....
....

sebuah dermaga tercipta untuk penantian
juga cerita tentang berpamitnya matahari senja pada camar-camar
seseorang juga menunggu di ujungnya
mengingat kembali bayang-bayang sambil menyongsong malam
menatap langit yang pantulkan gemerlap bintang yang beradu dengan cahaya lampu
menerpa wajahnya yang sendu
menyampaikan salam dari bait-bait doa dalam sujud dengan pinta yang tak putus putus
suatu hari, mereka akan bertemu

di salah satu sudut, banyak bibir yang mengucap cinta bersama bunga dan jumpa yang tak seharusnya
jika mereka lalui malam yang dikutuki langit kelam
maka benih yang lahir darinya kelak akan berakhir di gang-gang sempit atau kanal-kanal kotor, dibungkus plastik lusuh
kelak akan menjadi saksi bisu
hasil cinta bernama nafsu

dan jika mereka sampai pada janji suci
maka akan menguap seketika segala kata indah
sebab sejak awal memang hanya semu yang dipuja
setelah lewat masa
maka lenyap pula semua!

maka sebab itulah,
seseorang itu masih di sana
menemani dermaga menanti matahati pagi
sambil mengucap pinta untuk sebuah jumpa

ia menunggu, karena tak ingin ia beranjak, tinggalkan bingkai keanggunan yang telah ada sejak ia dicipta

ia menjaga, sebab tak banyak lagi yang peduli pada warna awan dan sebab suci seolah tak lagi punya arti

dan sebuah sajak telah tercipta, tanpa sebuah nama penerima
maka jika sajak ini tak sampai padanya
akan tetap berdengung sebuah tanya,
tentang menunggu dan menjaganya
mengapa kau tetap bertahan?
katanya,
sebab beginilah adanya
karena
aku
adalah
wanita.

Penulis Diena Firdausi

Tuntaskan!

Penulis Diena Firdausi


Ada yang tiba-tiba hadir sebagai sebuah kepingan
menggeliatkan bulir-bulir keringat dan luapan panas dari dalam raga, dari dalam jiwa
saat sajak ternyata dapat menyingkap tabir yang tercipta oleh ruang
maka tetap rasanya salah meski kita masih saja tak saling memandang

maaf, sebab semakin kumasuki maknanya
maka semakin kusadari bahwa kita terasa tidak menaungi langit yang sama
bahwa mungkin selalu akan ada permata-permata yang akan bersinar dengan tepat saat kau gunakan
sebab semakin rendah aku merunduk
maka semakin kelu lidah ini merapal sajakmu

bila ternyata angin masih tetap berhembus pada arahnya
dan bintang tak ingkari janjinya pada rembulan
maka memang sajak ini harus segera dituntaskan
dan tak usah lagi berharap akan membingkainya suatu saat

Selasa, 17 Agustus 2010

PuisiPerjuangan

Ketika kita membaca puisi perjuangan dengan penuh penghayatan, maka kita akan terbawa pada masa lalu. Membayangkan perjuangan para pahlawan dalammerebut kemerdekaan. Merasakan semangat melalui kata-kata yang terangkum dalam bait-bait puisi. Simak saja bagaimana puisi Chairil Anwar yang diciptakan pada Februari 1943 ini mampu membangkitkan semangat juang :

Puisi Perjuangan I

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Dalam puisi perjuangan yang lain, Chairil Anwar mengetuk pembaca melalui syairnya untuk mengenang para pahlawan yang sudah wafat. Pada tahun 1948 inilah puisi Karawang-Bekasi diciptakannya. Pesan moral yang sangat penting dari pahlawan yang telah gugur, untuk meneruskan perjuangan kemerdekaan yang telah dicapai oleh bangsa kita.

Puisi Perjuangan II

Karawang-Bekasi

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Selain Chairil Anwar, ada penyair lain yang juga turut menciptakan puisi perjuangan dengan hebatnya. Pahlawan Tak Dikenal yang dikarang oleh Toto Sudarto Bahtiar ini diciptakan pada tahun 1955. Puisi ini lahir dari rasa hormat dan kagum pada orang-orang yang sanggup mengorbankan darah dan jiwanya untuk perjuangan, meski kemudian jasadnya tidak ada yang mengenali. Dan sungguh, peran mereka tidak bisa kita abaikan begitu saja.

Puisi Perjuangan III

PAHLAWAN TAK DIKENAL

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda


Sumber

Puisi Kemerdekaan

Bicara sastra Indonesia modern, dikenal angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 45, angkatan 66 dan angkatan reformasi.

Perkembangan periodisasi sastra ini identik dengan situasi dan kondisi sejarah bangsa Indonesia, dengan ciri khasnya sendiri-sendiri.

Sastra angkatan 45, banyak muncul puisi kemerdekaan. Kejadian penting bangsa, yaitu detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945 berpengaruh atas semua kegiatan kebudayaan, termasuk kesusastraan.

Suasana jiwa dan penciptaan yang sebelum itu amat terkekang, akhirnya mendapat kebebasan yang nyata.

Sastrawan Indonesia waktu itu merasakan sekali kemerdekaan dan tanggung jawab untuk mengisi kemerdekaan dengan karya yang betul-betul mencerminkan manusia merdeka, bebas berkreativitas.

Sastrawan yang merasakan kemerdekaan ini adalah Chairil Anwar, yang menulis bidang puisi kemerdekaan. Ada Idrus, Pramudya Ananta Toer (prosa), Trisno Sumarjo (drama), Asrul Sani, dan Usmar Ismail (film) dan lain-lain. Mereka ini kemudian digolongkan ke dalam sastrawan angkatan 45.

Kehadiran angkatan 45 memandang ke depan untuk mengisi kemerdekaan. Apa yang diungkapkan dalam sastra adalah suasana Indonesia dengan pikiran-pikiran Indonesia yang hidup dalam masyarakat dan zamannya.

Semangat perjuangan, sikap Chairil Anwar dapat kita nikmati dalam puisi kemerdekaannya yang berjudul "Diponegoro", "Krawang Bekasi" dan "Persetujuan dengan Bung Karno"nya.

Dalam puisi kemerdekaan yang berjudul "Diponegoro", terlihat jelas betapa apresiasi sang penyair atas semangat perjuangan pahlawan tersebut dalam melawan kekuasaan penjajah :

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

Sedangkan Kerawang-Bekasi adalah salah sebuah kreasi puisi kemerdekaannya, yang tentu saja amat menyentuh perasaan sekaligus menggugah pikiran yang mengobarkan semangat juang dengan segala pengorbanannya. Sajak itu merupakan suara jiwa pahlawan dengan semangat kepahlawanan yang gugur di medan laga. Semangat yang menggelorakan semangat para pejuang demi membela dan mewujudkan kemerdekaan.

Cobalah amati ketegasannya dalam puisi kemerdekaannya berikut:

"Ayo!". "Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh" (1948)

Betapa plastis dan puitisnya semangat Revolusi Agustus yang diungkapkan oleh Chairil Anwar dalam puisi kemerdekaannya itu. Suatu pengungkapan kobaran api revolusi yang dinamis dan optimis. Ketegasan sikap dan keberpihakannya juga menjadi anutan banyak penyair, seniman dan sastrawan lainnya

Sayangnya dia mati muda, dalam usia 27 tahun. Kalau saja Chairil Anwar panjang usia, tentunya ia akan lebih gigih dan lebih kreatif lagi dalam bidang seninya mengungkapkan gelora perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya, yang tertuang dalam puisi-puisi kemerdekaannya.

Sumber

Senin, 16 Agustus 2010

Lalu…Selalu dan Berlalu

Terlalu banyak hal yang dah terlewati. minat untuk menulis pun dah mulai berkurang. semua masalah hanya dapat dipendam sendiri. selalu…aku hanya membiarkan semua tu berlalu. susah seperti apapun aku hari ni, bila bangun pagi esok, kesusahan itu pasti akan pergi ataupun terus mengganggu. aku hanya mampu mengatakan, “biarlah”

sebenarnya hari ini aku nak ambil road tax di pejabat perodua. lepas tu kena kirimkan benda tu guna pos laju kepada adikku di betong. tapi, alang-alang hati tengah sedih ni, biarlah aku duduk sekejap. pas tulis beberapa ayat, aku akan keluar dengan cerita yang tergantung.

sekarang ini dia ada di kampung, dah beberapa hari balik ke sana. katanya mau mengurusi hubungan kami berdua. syukur, ayahnya merestui hubungan kami. dia minta aku jangan dulu katakan hal ni kepada ibu bapa. tunggu dia balik dan kami berbincang apa langkah yang akan diambil seterusnya. jadi hal ni…biarlah dulu. kemudian baru fikirkan.

selalu gatal tangan stalking kat facebook boyfriend lama. huhuhu…walaupun tahu itu akan sangat menyakitkan hati tapi, masih nak juga tahu tentang perkembangan dia. bukan mengharap, hanya rasa ingin tahu.

semalam…terjadi pergaduhan di rumah. kerana rasa tak puas hati yang terpendam antara kami dan tukang rumah. kerana takut orang itu lari dengan duit yang dah dibayar tapi tak siapkan k harap-harap kerja-kerja renovasi rumah akan berjalan lancar lepas ni.

1 hati 2 cinta


Sadar tak sadar, dah dua bulan hubunganku dengan K berputik semula. K adalah bekas kekasihku semasa menuntut di IPS Miri. ku kenal dia di dunia maya. graduan UNIMAS dan usianya setahun lebih tua dariku. sejak perkenalan itu, kami mulai merajut tali cinta [amboi, asyiknya...] hingga akhirnya 1 hari dia meluahkan perasaannya padaku. hubungan kami berlangsung selama beberapa bulan…tapi, kerana kesibukannya dia sering mengabaikanku. hubungan kami seperti ‘tergantung tak bertali’. kehadirannya seperti biskut chipsmore. akhirnya aku membuat keputusan untuk memutuskan hubungan kami. dia tidak memberi respon. apapun sama seperti yang dilakukan F terhadapku ketika aku meminta untuk memutuskan hubungan.

tahun ini…kami berhubung lagi. dan dia ternyata masih menganggapku ‘isteri’ nya. hubungan kami semakin mesra dan ternyata lebih mesra dibanding hubunganku dengan kekasihku sekarang.


Aku cinta kedua-duanya.

Melepaskan orang tersayang

Jika kamu mencintai seseorang, bebaskanlah dia. jika dia kembali kepadamu, maka dia adalah milikmu. jika tidak, maka dia tidak akan pernah menjadi milikmu selamanya.

Minggu, 15 Agustus 2010

Sunyi


Tiba-tiba rasa sunyi.  tak hubungi dia langsung sejak pagi tadi. malam tadi, dia call dan beritahu dia nak memancing hari ni. biarlah, malas plak aku nak ajak dia keluar. dah takde minat nak luangkan masa bersama. rindu juga, tapi…kalau usaha untuk berjumpa jadi sia-sia…tawar juga hati ni. aku sedar, kami tak lagi macam dulu. kadang-kadang kurasa, semua kaum sejenis dia ni sama je. awal-awal je bersungguh, lama-lama makin malas.

2 September tahun lepas

Rupa-rupanya dah setahun berlalu. kalau aku masih lagi ada contact dengan F, pasti hari ni kami akan menyambut ulangtahun pertama kami ‘getting close to each other’.  sayangnya, hubungan ni tak sampai ke hujung.

aku ingat lagi pada hari ini, setahun yang lepas aku masih lagi menjalani praktikum di sk st joseph, miri. bulan itu juga bulan Ramadhan. mungkin rahmat Ramadhan tahun itu, ialah rapatnya hubungan antara aku dan F yang sebelum ini langsung tidak dijangka sama sekali. bermula dengan mesej ucapan selamat menyambut Ramadhan, diteruskan dengan gurauan untuk berjodoh dan akhirnya… itulah yang terjadi.

apa pun, masa-masa yang dah berlalu tidak mungkin dapat diulang kembali. the past is past and the future has not yet come. tau lagu ‘jangan menyerah’ nyanyian kumpulan D’massive. best lagu tu…cuba la dengar mana tau akan dapat inspirasi.

Kami dan Kenangan

Aku keluar dengan bestfriendku, aien dan christina dua hari lepas. mula-mula menjemput mereka berdua di rumah Aien di kuarters PERYATIM. hah, awal2 lagi dah kena gelak ngan budak dua orang tu sebab aku pegi tempat yang salah. rupa-rupanya, kuarters PERYATIM tu di luar Kompleks PERYATIM. isk, harap2 orang kat situ tak perasan kedatangan aku. lepas jemput Aien dan Chris, kami terus ke Terminal Bas Batu 3 untuk membeli tiket bas ke Bintulu. Settle hal tiket, kami ke Boulevard – tak jauh dari terminal bas. Sekali lagi…aku buat lawak bodoh. tersilap tekan butang interkom la pulak. patut la tiket parking tak kuar2. isk…ketawa sampai sakit dada. hampeh betul la…macam mana aku boleh malukan diri sendiri macam ni. di boulevard, kami mulakan misi window shopping. hehe, tengok2 je. sekarang ni mana ada fulus nak borong barang2 tu. sakit mata tengok tag diskaun 70% yang bergantungan kat kompleks membeli belah tu… lebih sejam, chris pun mengadu sakit mata jugak n ajak kitorang gi cuci mata. so, kitorang kuar dari boulevard dan terus ke waterfront…

duduk dan makan aiskrim d waterfront sampai 6.30 petang. masng-masing berkongsi cerita tentang kehidupan bergelar seorang guru. pelbagai cabaran dan ragam manusia yang perlu dihadapi. kisah rakan-rakanku membuatkan aku cukup bersyukur dengan apa yang kumiliki sekarang. ternyata aku cukup bertuah kerana dihantar posting di sekolahku sekarang.

lapar…kitorang menjamu selera di Raja Ayam Penyet tak jauh dari Masjid India. sedap la jugak…sekurang-kurangnya terubat rindu kat nasi lalapan yang kitorang selalu makan di Miri. huh.

7.00 malam, hantar chris ke terminal bas. sedihnya saat-saat perpisahan. sebelum balik, chris kata ada rahsia yang nak diberitahunya. isk, apa pulak la rahsia yang budak ni simpan? finally…argh!!! chris pun dah kawin rupanya. cis, sia2 je aku kira dia sekali masa tengah kira berapa orang lagi classmates kitorang yang belum kahwin. hm…patut la dia ngan Aien sengih2.

sebelum balik, singgah sekejap di rumah Aien. huhu…gembira tengok kehidupan dia dan suaminya. best juga rupanya dah kahwin ni. aku tengok wajah diorang berseri-seri. dan yang paling ketara, perubahannya ialah kulit Aien dan suami dia macam makin cerah je. hm, ada kaitan ke kahwin ngan perubahan warna kulit???

Lastly, minta tolong Aien dan husband dia iring aku balik. dah pukul 8 lebih, aku rasa takut plak nak drive sorang-sorang. menyusahkan orang je. sempat sharing ngan Aien tentang hidup aku sekarang. itupun lepas Aien komen pasal kekurusan aku… Haha…kalau tak ada orang tegur, memang aku tak perasan tentang perubahan diri aku.

Kisah Sedih

Benci bila ingat apa yang dikatakannya tempoh hari. dia seolah-olah cuba mempermainkan perasaanku lagi. memberikanku harapan lepas tu menghancurkannya. aku pula, mudah percaya dan mula melihat harapan itu. bodohnya aku.
 

Statistik

Followers

Best View: Mozilla Firefox. Template is proudly powered by Blogger.com | Template by Amatullah. Syukur |